Diambil dari Kisah Syahidnya Tiga Panglima perang Mu'tah
Bangunan Islam tegak pertama kali melalui usaha Rasul yang mulia,
dimulai dengan masuknya manusia pilihan ke dalam dinul Islam satu demi
satu, lalu mereka dihadapkan hidup di atas panasnya bara ujian dan di
atas situasi yang sangat sulit. Dihadapannya batu penggiling yang
menggiling dan melumat urat syaraf, dalam hidup dan nafas mereka. Mereka
hidup di atas penderitaan dan kesulitan. Melalui situasi seperti inilah
tergembleng mental elemen elemen pertama yang kuat yang menjadi
penopang bagi tegaknya bangunan Islam yang pertama
Rasul sebagai pemimpin dakwah tegak berdiri menyeru manusia agar
meyakini tauhid, tauhid dengan segala jenisnya. Dia mendidik dan
menggembleng para pengikutnya bukan dengan cara teori dan kajian belaka,
tapi mendidik dan menggembleng mereka meyakini prinsip tauhid secara
amal melalui berbagai kejadian dan peristiwa. Dimana kejadian dan
peristiwa yang mereka hadapi itulah yang menjadi ajang untuk membuktikan
keyakinan mereka terhadap prinsip tauhid. Tak mungkin bagi generasi
pertama yang menjadi sentral berhimpunnya umat Islam, diberi kekuasaan
di atas dunia jika tidak di gembleng lebih dulu dengan berbagai
kesulitan, ujian dan cobaan. Oleh karena itu, ketika Imam As Syafi’i
ditanya , “mana yang lebih layak bagi seorang hamba diberi kekuasaaan
atau diuji?” maka beliau menjawab, “tidak akan mungkin dia diberi
kekuasaan hingga dia diuji lebih dahulu.”
Cobaan, kemiskinan, kesengsaraan pun menghampiri dan menghimpit dada
golongan muslim dan pemimpinnya, Muhammad SAW , sehingga hati mereka
naik menyesak sampai ke tenggorokan, sampai sampai Rasul SAW yang begitu
tegar pun berkata , “Bilakah pertolongan Allah tiba?”
Ya Allah, cobaan cobaan demikian berat itu sampai mendorong nabi SAW
berkata , “Kapankah pertolongan Allah itu tiba?” … bagaimana dengan
kita…?
Begitulah kondisi pengemblengan Rasulullah dengan para sahabatnya,
banyak kisah yang dapat diambil ibrahnya, guna membekali keimanan yang
harus kita jaga sebaik mungkin di akhir zaman ini.
Pernah tercatat dalam sejarah layaknya sebuah dongeng kepahlawanan,
tapi kisah ini benar benar terjadi. Ditunjukkan bagaimana hasilnya
pembinaan berdampak akan kuatnya iman dan tauhid bersamaan dengan
gemblengan akidah melalui amal perjuangan. Teguhnya keyakinan Tauhid
yang terangkat oleh amal soleh menuju Rabb nya untuk menjawab ujian dan
godaan syetan yang mereka alami. Kisah ini tercatat dalam sejarah perang
mut’ah.
Saat itu Rasulullah SAW telah mengirimkan pasukannya ke Mut’ah
dibawah komando Zaid bin Haritsah. Pesan beliau bila dia gugur hendaklah
digantikan oleh Jafar bin Abu Thalib, dan kalau ia gugur maka diambil
alih oleh Abdullah bin Rawahah, pasukan ketika itu berjumlah 3.000
orang, dan pasukan romawi kala itu berkisar 100.000 prajurit , suatu
jumlah yang tak berimbang. Suatu jumlah secara matematis pastilah
pasukan kaum muslimin akan hancur luluh lantak , bayangkan 1:33 ,
berarti kalaupun pertempuran dianggap imbang/seri berarti setiap
prajurit mukmin yang terbunuh atau tidak terbunuh haruslah bisa membunuh
33 orang musuh !!!
Ketika tiba saat pelepasan pasukan untuk berangkat, salah satu dari
ketiga panglima tersebut meneteskan air matanya sehingga orang orang
bertanya,”mengapa engkau menangis, ya Abdullah bin Rawahah?”
Dia menjawab,” Demi Allah, aku meneteskan air mata bukan karena
cintaku pada dunia dan bukan pula karena berat berpisah dengan kalian,
melainkan karena aku telah mendengar Rasulullah membaca firman Allah
tentang api neraka :
“Dan tak seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal
itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan “ (Maryam
: 71)
Sedangkan aku tak tahu bagaimana nanti setelah aku melaluinya.”
Orang sekitarnya berkata,”Allah beserta kalian dan akan mengembalikan kalian dalam keadaan baik.”
Rasulullah sendiri membayangkan perang yang akan dihadapi akan
menjadi luar biasa dasyat, karena itu beliau sendiri mengantarkan
pasukannya hingga sejauh mungkin , seolah olah beliau hantarkan pasukan
yang tak pernah kembali lagi dengan beliau, mengantarkan sesuatu yang
akan terpisah di alam dunia, beliau antarkan sampai ke area Taniyah Al
Wada…
Beberapa hari kemudian, ketika pasukan ini tiba di suatu dusun
bernama Ma’an, mereka mendengar berita bahwa pasukan romawi telah berada
di Ma’ab di daerah Al Balqa dengan 100.000 prajurit.
Mendengar itu semua, ada ketakutan dan keraguan di antara pasukan,
sehingga pasukan muslimin memaksa tinggal selama dua malam di Ma’an ,
waktu persiapan tersebut digunakan untuk menyusun dan memikirkan langkah
strategi selanjutnya, karena lawan yang dihadapi sangat besar dan
tangguh dalam jumlah dan peralatan perangnya.
Hingga diantara mereka ada yang mengusulkan, ”kita laporkan saja
kepada Rasulullah SAW agar dikirimkan bantuan atau diturunkan perintah
untuk kita laksanakan,”
Tapi melihat kondisi adanya indikasi keraguan akan kekuatan pasukan
muslimin, berdirilah Abdullah bin Rawahah membangkitkan semangat pasukan
, dan ia berujar ,
“Wahai kaumku, demi Allah , sesuatu yang tidak kalian senangi tapi
saat ini kalian keluar untuknya hanyalah untuk mati syahid. Kita
memerangi musuh bukan berdasarkan jumlah prajurit atau kekuatan senjata,
kita tidak berperang kecuali demi agama , yang dengan ini Allah
melimpahkan karuniaNya kepada kita. Oleh karena itu, mari kita hadapi
mereka bersama sama. Perang ini akan memberi kita satu dari dua
kebaikan, kemenangan atau kematian sebagai syuhada.”
Seruan Abdullah berhasil membakar semangat para prajurit muslim. Mereka berkata satu sama lain, ”Abdullah bin Rawahah benar.”
Maka mereka pun terus bergerak maju cepat diringi syair syair
perjuangan yang dibacakan Abdullah bin Rawahah dengan lantang dan jelas ,
hingga hilanglah rasa takut akan banyaknya serdadu musuh yang akan
dihadapi.
Tibalah di daerah Balqa di desa Masarif, mereka berjumpa dengan
pasukan Heraklius yang terdiri dari gabungan orang orang Arab dan
Romawi. Ketika musuh makin dekat, pasukan muslimin bergeser ke Mu'tah,
sebuah desa yang dipandang lebih sesuai untuk menyusun strategi
serangan. Dari sini pasukan muslimin bergegas mengatur barisan
pasukannya. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Qutbah bin Qatadah,
seorang dari Bani Udzrah. Sayap kiri di bawah komando seorang Anshar
bernama Abayah bin Malik.
Menurut riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, Rasulullah telah
mengetahui bahwa para panglima yang ditunjuknya syahid sebelum berita
mengenai itu tiba di Madinah. Beliau sangat berduka karenanya dan
dikisahkannya kepada segenap muslimin madinah.
Ketika perang pecah di Mu'tah, Rasulullah sedang duduk di mimbar.
Sementara mata beliau sembab tergenang air mata. Tergambar di mata
beliau pertempuran sengit di Syam itu rupanya, sehingga beliau berkata,
“ Zaid sedang membawa panji panji kemudian setan datang merayunya
agar cinta dunia dan takut mati. Dia memarahi dirinya,”sekarang, saat
datang ujian atas iman, engkau hendak menyukai dunia?! Lalu ia maju
bertempur dengan ganas sampai menemui ajalnya.
Rasulullah kemudian melakukan sholat ghaib untuk Zaid, setelah itu beliau melanjutkan ceritanya,
“beristighfarlah untuknya. Dia telah masuk surga sebagai syuhada.
Gemuruh takbir dari para sahabat ….Allahu Akbar……!!!
Kini panji panji dipegang oleh Jafar bin Abu Thalib, setan kembali
menggoda dengan cinta dunia, senang hidup, dan benci mati, lalu dia
berkata,”sekarang di saat iman diuji di hati mukminin, engkau datang
pula merayu rayu!” dia maju sampai gugur sebagai syuhada.
Rasulullah melakukan sholat ghaib baginya dan berkata, “Doakanlah saudaramu ini, dia masuk surga dengan sepasang sayap.”
Kembali gemuruh takbir dari sahabat…Allahu Akbar…!!!
Beliau melanjutkan , “Panji panji itu sekarang beralih ke tangan
Abdullah bin Rawahah. Dia pun akhirnya gugur, lalu pergi ke surga dengan
mundur.” Golongan Anshar cemas mendengar itu dan bertanya, “Mengapa
demikian , ya Rasulullah?
“pada saat dia cedera, ia menyalahkan dirinya dan sempat putus asa.
Tapi kemudian semangat juangnya kembali berkobar dan berjuang sampai
syahid dan masuk surga.”
Kembali gemuruh takbir dari para sahabat…Allahu Akbar…!!!
ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR gemuruh menyambut kabar
syahidnya para sahabat , saudara mereka sesama muslim memasuki surga
tanpa hisab…. Suatu gambaran yang indah dan penuh haru, karena para
sahabat yang saat itu hadir didepan mimbar tersebut rindu sekali dan
ingin sekali meraih surga seperti ketiga panglima perang yang dikabarkan
oleh Rasul tercintanya.
Terukir pula dalam sejarah, syair Abdullah bin Rawahah menjelang syahidnya :
“ Aku bersumpah, Wahai jiwaku
Masuklah engkau, masuklah ke medan perang
Atau kupaksakan padamu
Bila semua orang telah berbaris berteriak , MAJU…!
Mengapa masih juga membenci surga?
Sudah lama hidupmu dalam ketenangan
Engkau tidaklah lebih dari setetes mani tua.”
Akhirnya diapun maju seraya berkata :
“Jiwa, oh jiwa
kalaupun tak terbunuh disini
dirimu pasti kan mati
inilah jalan keabadian paling sempurna
saat dinanti telah tiba
lakukanlah seperti keduanya (Zaid Bin Haritsah dan Jafar Abu Thalib yang telah syahid lebih dulu)
Engkau tentu bahagia
Ketika hendak ia memulai serangan, seorang sepupunya mendekat sambil
menyodorkan sepotong daging bakar seraya berucap,”makanlah ini agar
lebih kuat.” Di cuwilnya sedikit, ketika kemudian telinganya mendengar
gemuruh pertempuran di sekitarnya, dia tersadar dan memarahi dirinya
sendiri,”engkau masih di dunia!” segera dicampakkannya daging di
tangannya dan tanpa menunda nunda lagi, ia turun ke medan perang,
bercampur dengan pedang berkelebat kesana kemari berkilauan tertimpa
sinar mentari sampai syahidlah ia menyusul sahabat sahabatnya.
……..
Begitulah bila iman sudah meresap di dalam hati mereka, yang
dihadapan mereka hanya indahnya surga, walau mereka masih didunia.
Segala godaan dan ujian dunia mereka hempaskan, mereka buang jauh jauh
godaan tersebut. Mereka tidak menimbang faktor dunia sebagai penentu
langkah perjuangannya, dan mereka tidak mundur dan tidak berbalik
melihat jumlah pasukan yang tidak imbang, atau bahkan karena disebabkan
kurangnya dan habisnya logistik, mereka tidak lari kebelakang, mereka
tidak memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri, mereka bersatu kala
ancaman datang kepada mereka. Mereka hanya ada satu harapan yaitu
mereka ingin masuk surga.
Semoga kita semua yang telah mengaku ingin berjuang untuk Islam tidak
terbuai dengan banyaknya dunia yang kita miliki sehingga tujuan dakwah
menjadi menyimpang atau sebaliknya merasa lemah karena kurangnya atau
habisnya logistik perjuangan sehingga meninggalkan jalan dakwah…Semoga
Allah berikan ketegaran dan kesabaran dalam menjalani pahit manisnya
jalan dakwah ini yang penuh liku dan mengikuti jejak para Nabi, para
sahabat, dan para mujahid dakwah hingga akhir zaman menuju surgaNya
Allah… Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar