Insan kamil atau manusia paripurna dibahas secara khusus oleh para sufi,
khususnya Ibnu Arabi dan Abdul Karim Al-Jili. Pengertian insan kamil
tidak sesederhana seperti yang selama ini dipahami kalangan ulama, yaitu
manusia teladan dengan menunjuk pada figur Nabi Muhammad SAW.
Bagi
para sufi, insan kamil adalah lokus penampakan (madzhar) diri Tuhan
paling sempurna, meliputi nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah SWT
memilih manusia sebagai makhluk yang memiliki keunggulan (tafadhul) atau
ahsani taqwim (ciptaan paling sempurna) menurut istilah Alquran.
Disebut
demikian karena di antara seluruh makhluk Tuhan manusialah yang paling
siap menerima nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Makhluk lainnya hanya
bisa menampakkan bagian-bagian tertentu. Bandingkan dengan mineral,
tumbuh-tumbuhan, binatang, bahkan malaikat tidak mampu mewadahi semua
nama dan sifat-Nya.
Itulah sebabnya mengapa manusia oleh Seyyed
Hossein Nasr disebut sebagai satu-satunya makhluk teomorfis dan
eksistensialis, seperti dijelaskan pada artikel yang lalu. Lagi pula,
unsur semua makhluk makrokosmos dan makhluk spiritual tersimpul dalam
diri manusia. Ada unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, dan binatang sebagai
makhluk fisik.
Ada juga unsur spiritualnya yang non-fisik, yakni
roh. Tegasnya, manusia sempurna secara kosmik-universal dan sempurna
pula pada tingkat lokal-individual. Itu pula sebabnya manusia sering
disebut miniatur makhluk makrokosmos (mukhtasar al-‘alam) atau
mikrokosmos (al-insan al-kabir).
Keparipurnaan manusia
diungkapkan pula dalam ayat dan hadis. Dalam Alquran disebutkan, manusia
diciptakan paling sempurna (QS. At-Tin: 4) dan satu-satunya makhluk
yang diciptakan dengan “dua tangan” Tuhan (QS. Shad: 75), dan diajari
langsung oleh Allah semua nama-nama (QS. Al-Baqarah: 31).
Dalam hadis-hadis tasawuf, banyak dijelaskan keunggulan manusia, seperti, Innallaha khalaqa ‘Adam ‘ala shuratih
(Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya). Oleh kalangan sufi,
ayat dan hadis itu dinilai bukan saja menunjukkan manusia sebagai lokus
penjelmaan (tajalli) Tuhan paling sempurna, melainkan juga seolah
menjadi nuskhah atau salinan. Menurut istilah Ibnu Arabi disebut as-shurah al-kamilah.
Manusialah
satu-satunya makhluk yang mampu mengejawantahkan nama dan sifat Allah
baik dalam bentuk keagungan maupun keindahan Allah. Malaikat tidak
mungkin mengejawantahkan sifat Allah Yang Maha Pengampun, Maha Pemaaf,
dan Maha Penerima Taubat karena malaikat tidak pernah berdosa.
Tuhan
tidak bisa disebut Maha Pengampun, Maha Pemaaf, dan Maha Penerima
Taubat tanpa ada makhluk dan hambanya yang berdosa, sementara malaikat
tidak pernah berdosa. Demikian pula makhluk-makhluk Allah lain yang
hanya mampu mengejawantahkan sebagian nama dan sifat Allah. Dari sinilah
sesungguhnya manusia disebut insan kamil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar