Kesempurnaan lain manusia menurut Ibnu Arabi adalah diri manusia
mempunyai perpaduan dua unsur penting, yaitu aspek lahir dan batin.
Aspek
lahir baharu (hadis) dan aspek batin yang tidak baharu. Seperti
disimpulkan Dr Kautsar Azhari Noer dalam disertasinya, “Aspek lahir
manusia adalah makhluk dan aspek batinnya adalah Tuhan.”
Kepaduan
dan kesempurnaan manusia inilah yang melahirkan konsep khalifah dan
ketundukan alam semesta (taskhir). Atas dasar ini maka dapat dipahami
mengapa para malaikat sujud kepada Adam dan alam semesta tunduk kepada
anak manusia.
Namun, perlu diketahui, konsep insan kamil menurut
Ibnu Arabi maupun Al-Jili menyatakan tidak semua manusia berhak
menyandang gelar ini. Manusia yang tidak mencapai tingkat kesejatiannya
seperti manusia yang didikte hawa nafsunya sehingga meninggalkan
keluhuran dirinya, kata Ibnu Arabi, tidak layak disebut insan kamil.
Hanyalah
mereka yang telah menyempurnakan syariat dan makrifatnya benar yang
layak disebut insan kamil. Manusia yang tidak mencapai tingkat
kesempurnaan lebih tepat disebut binatang menyerupai manusia dan tidak
layak memperoleh tugas kekhalifahan.
Perlu ditegaskan kembali,
kesempurnaan manusia bukan terletak pada kekuatan akal dan pikiran
(an-nuthq) yang dimilikinya, melainkan pada kesempurnaan dirinya sebagai
lokus penjelmaan diri (tajalli) Tuhan. Manusia menjadi khalifah bukan
karena kapasitas akal dan pikiran yang dimilikinya.
Alam raya
tunduk kepada manusia bukan pula karena kehebatan akal pikirannya,
tetapi lebih pada kemampuan manusia mengaktualisasikan dirinya sebagai
insan kamil. Kemampuan aktualisasi diri ini bukan kerja akal, melainkan
kerja batin, yakni kemampuan intuitif manusia menyingkap tabir yang
menutupi dirinya dari Tuhan.
Kekuatan intuitif (kasyf) dan rasa
(dzauq) jauh lebih dahsyat daripada akal pikiran. Tidak semua manusia
secara otomatis mampu menjadi insan kamil. Ia memerlukan perjuangan dan
mungkin perjalanan panjang. Tidak cukup bermodal kecerdasan logika dan
intelektual. Yang lebih penting adalah kecerdasan emosional-spiritual.
Modal
utama menjadi khalifah di bumi pun tidak cukup dengan kecerdasan logika
dan intelektual, tetapi diperlukan juga kualitas insan kamil. Saat alam
dikelola manusia yang tidak berkualitas insan kamil, selain menimbulkan
ancaman yang dikhawatirkan malaikat, yaitu kerusakan alam dan
pertumpahan darah (QS. Al-Baqarah: 30), alam juga belum tentu mau tunduk
kepada manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar