Kamis, 08 Desember 2011

Enam Kesalahan Besar dalam Bisnis


Enam Kesalahan Besar dalam Bisnis

Dari seratus perusahaan yang berdiri 50% diantaranya jatuh pada tahun kedua, 80% hilang pada tahun kelima dan 96% tidak bisa merayakan ulang tahun yang kesepuluh. Hanya 4% saja yang bisa lolos menjadi bisnis yang kuat.   Mengapa? Karena ternyata banyak pebisnis yang melakukan kesalahan di dalam bisnisnya. “Para pebisnis itu mengira apa yang mereka lakukan itu yang akan membuat bisnisnya bertumbuh dan kuat, tetapi sebaliknya itulah yang membuat bisnisnya tutup,” kata Presiden IIBF, Heppy Trenggono di depan 246 peserta workshop “How to Be Debt Free” di hotel Savoy Homann, Bandung, Jawa Barat (15/01/2011).
 
Menurut Heppy, ada enam kesalahan besar di dalam bisnis yang menyebabkan sebuah bisnis tidak berumur panjang :

Pertama, Obsession with the product. Orang menganggap sukses bisnis itu bermula dari produknya. Semakin unik sebuah sebuah produk maka kemungkinan suksesnya semakin besar. “Pernah ada satu orang yang datang kepada saya, Pak Heppy, saya punya sebuah produk yang belum pernah ada di pasaran, namanya sirup jahe. Menurut Bapak apakah produk ini akan meledak? Saya jawab, tergantung…, kalo kamu masukkan dinamit pasti meledak,” kata Heppy yang disambut gerrr para peserta. Faktanya, lanjut Heppy, berapa banyak bisnis yang tutup karena menganggap produk yang unik karena lahir dari sebuah ide bagus. “Mother love her baby, dan pengusahan menyukai produknya” terang Heppy.

Kedua, Speed. Speed tidak sama dengan growth. Speed itu berarti pertumbuhan bisnis tidak diikuti oleh ketrampilan pebisnisnya. Seorang pebisnis itu adalah orang yang ingin segara dibilang sukses, senang dibilang kaya, dan sangat senang dibilang paling pintar dan lain-lain. Karena itu dia ingin membuat usahanya cepat besar dan berkembang. Maka begitu bisnisnya mulai berjalan maka yang ada di pikirannnya adalah segera membuka cabang di mana-mana. “Mulailah kasak-kusuk pinjam sana pinjam sini, bank sana bank sini untuk membuka cabang baru,” kata Heppy.  Nah, apa yang terjadi kemudian? Cabang yang berada di mana-mana itu mulai mengalami masalah satu-satu sampai akhirnya tidak terkendali dan akhirnya crash. “Sebuah perusahaan besar itu ibarat kita mengendarai sebuah pesawat F16. Jika kita tidak faham dengan panel-panel yang ada di cockpit maka kemungkinan besarnyapesawat akan crash, atau bahkan tidak bisa terbang sama sekali,” jelas Heppy bertamsil. Heppy menambahkan, banyak pebisnis tergoda  untuk segera membuat bisnisnya besar tetapi lupa untuk membuat bisnisnya kuat terlebih dahulu.

Ketiga, Technical Success. Banyak orang mengira bahwa orang yang sangat suka dalam hal masak-memasak  akan sukses membuka  restoran. Mereka mengira bahwa sukses bisnis itu bermula dari kemampuan teknis yang dimilikinya itu. Faktanya, banyak orang yang sukses berbisnis restoran justru tidak bisa memasak. Bahkan orang yang sangat ahli dalam hal masak-memasak restorannya yang dibangunnya ambruk dan tinggal cerita. Karena apa? karena uang itu tidak dicetak di dapur tetapi di restoran itu sendiri. “Sukses bisnis itu bukan karena kepintaran kita memasak, tetapi bagaimana kita berhubungan dengan pelanggan, membangun tim, mengelola uang dan lain-lain,”  ungkap Heppy. Maka Heppy menyarankan jika anda sangat senang memasak jangan membuka restoran karena anda akan berlama-lama di dapur dan lupa mengurus bisnisnya.

Keempat, Irrational exuberance. Terpikat dengan cerita atau terlalu bersemangat dengan sebuah presentasi membuat orang lupa dengan resiko. Padahal banyak yang tidak bisa dilihatnya dalam bisnis yang dipresentasikan Apalagi dia sendiri tidak memiliki kompetensi dalam bisnis yang ditawarkan itu.  “Pebisnis pro memutuskan dengan intelektualnya, sementara pebisnis amatir memutuskan dengan emosi.  Dan mereka yang banyak kehilangan uangnya adalah mereka yang memutuskan dengan emosinya karena tertarik dengan hal-hal yang menarik perhatiannya,” ungkap Heppy. Orang yang selalu memutuskan bisnis dengan hati, lanjut Heppy, ujung-ujungnya akan sakit hati. 

Kelima, Lack of 2nd idea. Sukses masa lalu tidak menjamin sukses masa depan. Orang lupa bahwa costumer berubah, trend berubah, zaman berubah. Namun perubahan itu tidak membuat pebisnis menyesuaikan bisnisnya dengan perubahan. Berapa banyak produk yang dulu merajai pasaran tetapi sekarang tidak kita temukan lagi, karena kekurangan ide untuk menyesuaikan produknya dengan trend perubahan. “Dulu obat sakit kepala yang ada di pasar yang rasanya pahit atau asam, namun kini banyak yang rasa apel rasa strawberry. Yang rasanya asam itu sudah tidak ada lagi dipasaran karena tidak bisa menyesuaikan dengan perubahan, lack of 2nd idea.”  Ungkap Heppy. Bisnis itu kata Heppy, seperti kita naik sepeda, boleh berhenti mendayung tapi jangan lama-lama agar tidak ambruk. Seorang pebisnis harus selalu engage  dengan bisnisnya, selalu memberi perhatian pada bisnisnya. Bisnis yang tidak diperhatikan akan menjadi bisnis orang lain.

Keenam, Run out of cash. Banyak bisnis berjatuhan karena kekurangan uang cash. Karena banyak pebisnis tidak bisa membedakan antara cash dan profit.  Banyak pebisnis menganggap bisnisnya sudah untung dengan melihat profit yang ada pada laporan keuangannya.   “Maka   banyak pebisnis yang mengadakan pesta karena perusahaan sudah profit dan insentif langsung dinaikkan,” kata Heppy berseloroh. Profit itu, kata Heppy, promise sedangkan cash adalah settlement, uangnya sudah ditangan. Banyak perusahaan yang sale-nya naik, cabang bertambah tetapi uang cash tidak ada dengan kata lain, OCF (operating cash flow) perusahaan itu selalu dalam keadaan minus. “ Jika OCF perusahaan bapak ibu selalu dalam keadaan minus, artinya you in trouble. Dan satu-satunya alasan perusahaan bapak ibu masih berjalan karena masih ada yang mau memberi hutang,” kata Heppy mengingatkan. Banyak perusahaan yang masih bisa berjalan tanpa profit, tetapi tidak ada perusahaan yang dapat bertahan tanpa cash.

Enam kesalahan dalam bisnis ini adalah bagian pertama dari workshop dua hari “how to be debt free” yang diselanggarakan oleh IIBF Jawa Barat ini. Workshop ini dipandu oleh Coach Nugie Al Afghani dengan pengawasan langsung ketua umum IIBF wilayah Jawa Barat, Riza Zacharias.   Pada bagian kedua, materi difokuskan pada masalah hutang. Masalah yang paling banyak dihadapi oleh sebagian besar peserta yang hadir. “Fokus kita adalah bagaimana cara melunasi dan bebas dari hutang. Sebab kalau berhutang tidak usah diajarkan, bapak ibu semua adalah ahlinya,” kata Heppy yang disambut tawa peserta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar