Enam Kesalahan Besar dalam Bisnis
Dari seratus
perusahaan yang berdiri 50% diantaranya jatuh pada tahun kedua, 80% hilang
pada tahun kelima dan 96% tidak bisa merayakan ulang tahun yang
kesepuluh. Hanya 4% saja yang bisa lolos menjadi bisnis yang
kuat. Mengapa? Karena ternyata banyak pebisnis yang melakukan
kesalahan di dalam bisnisnya. “Para pebisnis itu mengira apa yang
mereka lakukan itu yang akan membuat bisnisnya bertumbuh dan kuat,
tetapi sebaliknya itulah yang membuat bisnisnya tutup,” kata Presiden
IIBF, Heppy Trenggono di depan 246 peserta workshop “How to Be Debt Free”
di hotel Savoy Homann, Bandung, Jawa Barat (15/01/2011).
Menurut
Heppy, ada enam
kesalahan besar di dalam bisnis yang menyebabkan sebuah bisnis tidak
berumur panjang :
Pertama, Obsession with the product. Orang
menganggap sukses bisnis itu bermula dari produknya. Semakin unik sebuah
sebuah produk maka kemungkinan suksesnya semakin besar. “Pernah ada
satu orang yang datang kepada saya, Pak Heppy, saya punya sebuah produk yang
belum pernah ada di pasaran, namanya sirup jahe. Menurut Bapak apakah produk
ini akan meledak? Saya jawab, tergantung…, kalo kamu masukkan
dinamit pasti meledak,” kata Heppy yang disambut gerrr para
peserta. Faktanya, lanjut Heppy, berapa banyak bisnis yang
tutup karena menganggap produk yang unik karena lahir dari sebuah ide
bagus. “Mother love her baby, dan pengusahan menyukai produknya” terang
Heppy.
Kedua, Speed. Speed tidak sama dengan
growth. Speed itu berarti pertumbuhan bisnis tidak diikuti oleh
ketrampilan pebisnisnya. Seorang pebisnis itu adalah orang yang ingin
segara dibilang sukses, senang dibilang kaya, dan sangat senang dibilang
paling pintar dan lain-lain. Karena itu dia ingin membuat usahanya
cepat besar dan berkembang. Maka begitu bisnisnya mulai berjalan maka
yang ada di pikirannnya adalah segera membuka cabang di mana-mana. “Mulailah
kasak-kusuk pinjam sana pinjam sini, bank sana bank sini untuk membuka
cabang baru,” kata Heppy. Nah, apa yang terjadi kemudian? Cabang
yang berada di mana-mana itu mulai mengalami masalah satu-satu sampai akhirnya
tidak terkendali dan akhirnya crash. “Sebuah perusahaan besar itu ibarat
kita mengendarai sebuah pesawat F16. Jika kita tidak faham dengan
panel-panel yang ada di cockpit maka kemungkinan besarnyapesawat akan crash,
atau bahkan tidak bisa terbang sama sekali,” jelas Heppy
bertamsil. Heppy menambahkan, banyak pebisnis tergoda untuk segera
membuat bisnisnya besar tetapi lupa untuk membuat bisnisnya kuat terlebih
dahulu.
Ketiga, Technical Success. Banyak orang mengira
bahwa orang yang sangat suka dalam hal masak-memasak akan sukses membuka
restoran. Mereka mengira bahwa sukses bisnis itu bermula dari kemampuan
teknis yang dimilikinya itu. Faktanya, banyak orang yang sukses berbisnis
restoran justru tidak bisa memasak. Bahkan orang yang sangat ahli dalam
hal masak-memasak restorannya yang dibangunnya ambruk dan tinggal
cerita. Karena apa? karena uang itu tidak dicetak di dapur tetapi di restoran
itu sendiri. “Sukses bisnis itu bukan karena kepintaran kita memasak, tetapi
bagaimana kita berhubungan dengan pelanggan, membangun tim, mengelola uang dan
lain-lain,” ungkap Heppy. Maka Heppy menyarankan jika anda sangat
senang memasak jangan membuka restoran karena anda akan berlama-lama di
dapur dan lupa mengurus bisnisnya.
Keempat, Irrational exuberance. Terpikat dengan
cerita atau terlalu bersemangat dengan sebuah presentasi membuat orang lupa
dengan resiko. Padahal banyak yang tidak bisa dilihatnya dalam bisnis yang
dipresentasikan Apalagi dia sendiri tidak memiliki kompetensi dalam bisnis
yang ditawarkan itu. “Pebisnis pro memutuskan dengan intelektualnya,
sementara pebisnis amatir memutuskan dengan emosi. Dan mereka
yang banyak kehilangan uangnya adalah mereka yang memutuskan dengan
emosinya karena tertarik dengan hal-hal yang menarik perhatiannya,” ungkap
Heppy. Orang yang selalu memutuskan bisnis dengan hati, lanjut Heppy,
ujung-ujungnya akan sakit hati.
Kelima, Lack of 2nd idea. Sukses masa
lalu tidak menjamin sukses masa depan. Orang lupa bahwa costumer berubah,
trend berubah, zaman berubah. Namun perubahan itu tidak membuat pebisnis
menyesuaikan bisnisnya dengan perubahan. Berapa banyak produk yang dulu
merajai pasaran tetapi sekarang tidak kita temukan lagi, karena kekurangan ide
untuk menyesuaikan produknya dengan trend perubahan. “Dulu obat sakit kepala
yang ada di pasar yang rasanya pahit atau asam, namun kini banyak yang rasa
apel rasa strawberry. Yang rasanya asam itu sudah tidak ada lagi dipasaran
karena tidak bisa menyesuaikan dengan perubahan, lack of 2nd idea.”
Ungkap Heppy. Bisnis itu kata Heppy, seperti kita naik sepeda, boleh
berhenti mendayung tapi jangan lama-lama agar tidak ambruk. Seorang
pebisnis harus selalu engage dengan bisnisnya, selalu
memberi perhatian pada bisnisnya. Bisnis yang tidak diperhatikan akan
menjadi bisnis orang lain.
Keenam, Run out of cash. Banyak bisnis berjatuhan
karena kekurangan uang cash. Karena banyak pebisnis tidak bisa
membedakan antara cash dan profit. Banyak pebisnis
menganggap bisnisnya sudah untung dengan melihat profit
yang ada pada laporan keuangannya. “Maka banyak
pebisnis yang mengadakan pesta karena perusahaan sudah profit dan
insentif langsung dinaikkan,” kata Heppy berseloroh. Profit
itu, kata Heppy, promise sedangkan cash adalah settlement, uangnya sudah
ditangan. Banyak perusahaan yang sale-nya naik, cabang bertambah tetapi
uang cash tidak ada dengan kata lain, OCF (operating cash flow) perusahaan
itu selalu dalam keadaan minus. “ Jika OCF perusahaan bapak ibu selalu dalam
keadaan minus, artinya you in trouble. Dan satu-satunya alasan perusahaan
bapak ibu masih berjalan karena masih ada yang mau memberi hutang,” kata
Heppy mengingatkan. Banyak perusahaan yang masih bisa berjalan tanpa
profit, tetapi tidak ada perusahaan yang dapat bertahan tanpa cash.
Enam
kesalahan dalam bisnis ini adalah bagian pertama dari workshop dua
hari “how to be debt free” yang diselanggarakan oleh IIBF Jawa Barat ini.
Workshop ini dipandu oleh Coach Nugie Al Afghani dengan pengawasan langsung
ketua umum IIBF wilayah Jawa Barat, Riza Zacharias. Pada bagian
kedua, materi difokuskan pada masalah hutang. Masalah yang paling banyak
dihadapi oleh sebagian besar peserta yang hadir. “Fokus kita adalah
bagaimana cara melunasi dan bebas dari hutang. Sebab kalau berhutang tidak
usah diajarkan, bapak ibu semua adalah ahlinya,” kata Heppy yang disambut
tawa peserta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar