Diriwayatkan dari Abbas bin Abdul Muthalib RA, ia berkata, “Aku memohon
kepada Rasulullah SAW. “Ajarilah kepadaku sesuatu yang digunakan untuk
berdoa kepada Allah.” Maka, beliau menjawab, “Wahai Abbas, paman
Rasulullah SAW, mintalah kepada Allah afiah (keafiatan) di dunia dan
akhirat.” (HR Tirmidzi).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan Ibnu
Umar RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Tiadalah suatu yang diminta seorang
hamba dari Allah yang lebih dicintai daripada meminta afiah.” (HR
Tirmidzi).
Dalam kitab Al-Hishnul Hashiin, al-Jazari berkata, doa
Rasulullah SAW untuk meminta afiat merupakan hadis mutawatir, baik
lafaz maupun maknanya, yang datang kepada kita melalui 50 jalan.
“Mohonlah ampunan dan afiat kepada Allah karena seseorang tidaklah
diberi sesuatu yang lebih baik setelah keimanan dari afiat.”
Afiat
adalah dukungan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya untuk bisa
menunaikan perintah-Nya, menerima qadha dan qadar-Nya dengan rida dan
berserah diri. Dukungan Ilahi ini bisa berupa kesehatan jasmani dan
rohani, rezeki halal, taufik, dan hidayah Allah. Orang yang meminta
afiat berarti meminta dukungan atas apa yang niat dikerjakannya.
Doa
ini merupakan bekal untuk menolak bahaya dan menarik semua kebajikan.
Ibnu al-Jauzi mengatakan, orang yang berbahagia adalah orang yang
merendah di hadapan Allah dan selalu memohon afiat. Karena, afiat tidak
akan diberikan tanpa ujian.
Seorang yang berakal akan selalu
meminta afiat untuk mengalahkan semua ujian dalam semua situasi dan
kondisi. Dan, kita memerlukan kesabaran untuk menghadapi ujian sekecil
apa pun. Seseorang tidak akan mencapai rida Allah tanpa ujian.
Sabar
hakiki akan terwujud saat kita menerima semua takdir Ilahi. Dan,
ketentuan Ilahi jarang yang datang seirama dengan keinginan nafsu kita.
Orang cerdas adalah yang mampu menguasai nafsunya melalui kesabaran yang
dijanjikan berpahala besar.
Al-Manawi mengatakan, maksud hadis
“Mohonlah ampunan dan afiat” adalah larangan untuk meminta bala dan
ujian. Ampunan adalah penghapusan dosa, sedangkan afiat adalah
keselamatan dari sakit dan bala.
Afiat itu mencakup di dunia dan
akhirat. Karena kesalehan seorang hamba tidak akan sempurna kecuali
dengan ampunan dan keimanan yang meyakinkan. Keimanan ini yang mampu
menolak siksa akhirat. Sedangkan, afiat menolak penyakit dunia yang ada
dalam hati ataupun di badan.
Oleh karena keafiatan di dunia
merupakan nikmat Allah yang besar, orang yang mendapatkannya wajib
menjaganya dan melindunginya dari hal-hal yang merusak. Dalam hal
perintah doa afiat kepada Abbas yang dianggap sebagai orang tuanya,
terdapat dorongan kepada kita agar membiasakan diri untuk memohon afiat
kepada Allah.
Al-Mubarokfuri berkata, “Perintah Rasul SAW kepada
Abbas untuk memohon keafiatan merupakan dalil tegas bahwa memohon
keafiatan adalah doa yang tiada tandingannya bila dibandingkan doa-doa
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar