Dalam doa meminta pertolongan Tuhan secara masif (istigatsah), syekh
atau mursyid sering disebut dan dilibatkan. Syekh atau mursyid juga
sering dijadikan objek perantara (tawasul atau wasilah) yang
diperlakukan sepadan dengan Rasulullah.
Ketakjuban dan
kehormatan kita kepada seorang syekh atau mursyid tidak boleh melampaui
batas yang sewajarnya sebagai seorang guru.
Namun di sini, tidak
berarti seorang pencari Tuhan atau murid dilarang mengagumi dan
menghormati syekh atau mursyidnya sesuai dengan tradisi yang sudah lazim
di dalam tarekat tertentu yang diikutinya.
Hal yang penting,
niat penghormatan itu tidak terkandung keyakinan bahwa syekh atau
mursyid itu suci, dianggap sama, bahkan melampaui Rasulullah.
Sebab,
kedudukan nabi dan rasul dalam Islam sudah jelas. Nabi dan rasul
memperoleh wahyu dan mukjizat serta keistimewaan dari Allah SWT. Sehebat
apa pun seorang ulama, syekh, atau mursyid, bahkan para wali, tidak
boleh disamakan apalagi diyakini melampaui kehebatan nabi dan rasul.
Tidak
bisa diingkari bahwa ada manusia-manusia saleh atau salehah yang
mencapai puncak kedekatan diri dengan Allah SWT. Dalam Alquran mereka
disebut sebagai wali, seperti Luqman dan Khidir. Namun, wali yang
sebenarnya tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai seorang wali.
Bahkan, mereka selalu berusaha menyembunyikan diri agar tak dikenal
begitu luas.
Jika ada orang mengaku wali dengan mendemonstrasikan
keajaiban atau kekeramatan yang dimilikinya, menurut Ibnu Taimiyah,
orang itu perlu dicurigai. Kalangan syekh atau mursyid memang banyak
mendambakan kekeramatan untuk legitimasi dirinya di depan jamaahnya. Ia
berusaha mencari informasi dari alam gaib guna menunjukkan dirinya
sebagai wali.
Namun, orang yang berkecenderungan seperti ini,
menurut Ibnu Athaillah, tidak termasuk tokoh mursyid ideal. Orang yang
sudah mampu merasa dekat sedekat-dekatnya dengan Tuhannya tidak lagi
memerlukan kekeramatan, karena ia sudah yakin dengan dirinya sendiri
bahwa apa yang dicarinya selama ini sudah ditemukan. Ambisi popularitas
di mata publik sudah tidak ada lagi.
Mukjizat dan karamah
Sekiranya
ada tokoh pembimbing spiritual, apakah itu syekh, mursyid, atau wali,
yang mengaku berkemampuan untuk berkomunikasi dengan para penghuni alam
malakut sehingga mereka memiliki kemampuan memahami sejumlah rahasia,
misalnya mampu menebak kejadian yang akan datang. Informasi itu tak bisa
diparalelkan dengan kemutlakan kebenaran wahyu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar