“Barang siapa yang menunaikan shalat subuh maka ia berada
dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janjinya.
Barangsiapa yang membunuh orang yang menunaikan shalat subuh, Allah akan
menuntutnya sehingga ia akan dibenamkan mukanya ke dalam neraka” (H.R. Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Sebuah jaminan dari Allah
bagi para pelaku shalat subuh.
Salah satu yang
luar biasa lagi, diriwayatkan dari Ammarah bin Ruwainah ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tidak
akan masuk neraka orang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenam matahari.’” (H.R. Muslim). Terbebas dari api neraka. Keutamaan
lainnya ialah memperoleh keberkahan, pahala dunia dan seisinya, dikabulkannya
do’a dan yang paling penting shalat inilah pembeda antara orang-orang yang
MUNAFIQ.
Lepas dari
keutamaan-keutamaan itu. Sulit, itulah kata yang mewakili bagaimana saya dan
mungkin sebagian orang yang lain melaksanakan shalat subuh. Jelas saja, waktu
shubuh adalah waktu yang paling “enak” berada dipembaringan. Bisa jadi pun
sebenarnya tidak merasakan “enak” tersebut. Tau-tau
sudah terbangun setelah matahari telah menampakkan semua wajahnya. Bablas.
Terang saja,
berbagai cara sudah dilakukan. Untuk mengantisipasi, sebelum tidur terlebih
dahulu memasang alarm. Namun tetap saja terbangun setelah beberapa jam lewat
“waktu alarm”. Sesekali terbangun karena alarm tersebut, tapi bukan kemudian
bergegas untuk shalat melainkan mematikan alarm. Tidur jangan ditempat nyaman
(kasur), akhirnya tidur di lantai beralaskan karpet saja. Tetap saja “nyenyak”,
subuh lewat plus badan pegal.
Kegelisahan.
Menyesal. Kadang marah. Perasaan yang muncul saat bangun tidur
belakangan ini.
Subuh terlewatkan begitu saja. Prasangka terhadap diri sendiri semakin
kuat.
Pasti ada yang salah. Sesekali merenung. Ketika kondisi ini terjadi yang
teringat adalah kata-kata yang ada dibuku itu. Dikatakan bahwa kesulitan
shalat
subuh berjamaah bisa disebabkan oleh beberapa hal. Adanya makanan atau
zat yang haram masuk ke dalam tubuh atau banyak melakukan maksiat.
sebenarnya ada faktor-faktor lain lagi namun setidaknya dua faktor
tersebut yang
cukup menamparku.
Makanan haram? Ya
Allah... apa benar ada zat ini didalam tubuhku? Sehingga darah, daging dalam
tubuh ini seakan mati. tidak bisa merasakan apa-apa.
Banyak maksiat?
tidak bisa menjaga hati, tidak bisa menahan pandangan, tak mampu mengendalikan
bibir berbicara. Menutup mata, menarik nafas panjang. Astagfirullah... inilah
mungkin penyebab utamanya. Terbangun untuk subuh tidak, merasakan nyamannya
tidur pun tidak. Kotornya hati oleh dosa maksiat lagi-lagi tak mampu
menggerakkan tubuh ini untuk sekedar terbangun. Alarm sekeras apapun tetap saja
tidak berguna.
Benar. Benar bahwa
subuh itu adalah hadiah. Semua orang bisa shalat subuh, tapi tidak semua orang
bisa tepat waktu, tidak semua diberikan “kekuasaan” untuk berjamaah dimesjid.
Hadiah dari Allah untuk orang-orang terpilih.
Merindukan subuh.
Sangat merindukan subuh. Malu rasanya dengan tetangga, seorang bapak tua yang
subuh berjamaah beliau sepertinya tidak pernah absen. Malu kalau membayangkan
saat dia berangkat subuh dan lewat didepan rumah “anak muda” ini, apa yang akan
beliau katakan?
Dan lebih malu lagi
rasanya, “anak muda” ini dikampus mungkin dikenal sebagai seorang aktivis dakwah, aktif di Lembaga
Dakwah Kampus dll. Tidak salah, label MUNAFIQ mungkin pantas tersemat.
Naudzbillah...
Astagfirullah. Tak
pantas memperoleh jaminan bebas dari
neraka, tak ada keberkahan, terlewatkan waktu terkabulnya do’a dan dekat dengan
kemunafiqan..! Suara-suara itu menyelimuti jiwa. Serasa semakin menyempitkan
dada. Menyesal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar