Rabu, 15 Februari 2012

TENTANG REZEKI,JODOH DAN KEMATIAN


Mereka bertigalah yang hingga kapan pun akan tetap menjadi bahan perbincangan manusia di belahan muka manapun.
Penduduk desa kerap kali menjadikan mereka topik obrolan ringan ketika duduk santai di warung kopi. Para politisi pun takhenti-hentinya sesumbar menyebut nama mereka. Tidak hanya sampai di situ, di jejaring sosial pun, jutaan manusia menyematkan ketiga sekawan itu dalam akun pribadi mereka.

Kisah mereka dan semua tentang mereka sejatinya adalah misteri. Taksatu pun malaikat yang tahu bagaimana mereka hadir dan mendampingi umat manusia. Para malaikat yang suci dan mulia hanya bisa tahu, ketika Tuhan berkata, “Laksanakanlah…”

Bicara tentang mereka memang tidak akan pernah habisnya. Manusia sangat antusias untuk mengkaji lebih dalam tentang mereka. Ya, manusia mengenal mereka, namun ada satu hal yang tidak pernah manusia ketahui. Yaitu, kapan mereka tiba dan menyapa manusia.

Tuhan telah menyimpan mereka bertiga pada sebuah kitab. Sebuah kitab yang sangat rahasia. Di dalam kitab itu, tertulis tentang semesta beserta isinya. Di dalam kitab itu juga telah tertulis skenario Tuhan untuk manusia. Kita semua sudah punya skenario masing-masing. Tuhan-lah yang menjadi sutradaranya. Sementara kita berperan sebagai aktornya. Lantas para filosofis kemudian bertanya, “Untuk apa saya harus berbuat ini dan itu. Toh, pada akhirnya Tuhan sudah punya jalan tersendiri untuk saya?”

Tulisan saya kali ini memang sedikit menukik pemikiran filsafat. Tapi mudah-mudahan saya tidak terperangkap pada logika manusia yang hanya berada pada diagram hitung-rugi. InsyaAllah, saya ingin mengajak pembaca bahwa logika Tuhan bukan bicara untung-rugi. Namun bicara tentang logika keimanan. Dan di situlah titik tumpu hidup dan kehidupan.

Maka bicara tentang skenario, kita akan bicara tentang takdir. Percayalah, setiap manusia mempunyai takdir hidupnya masing-masing. Maka, sebagai manusia alangkah bijaknya jika kita berorientasi pada sikap ikhlas dan pasrah pada Tuhan. Yakinlah, Tuhan akan mempersiapkan skenario terbaik untuk hamba-Nya. Logika ini sungguh sederhana. Hanya saja, kerap kali manusia takkuasa bersabar dan berkompromi dengan waktu. Bukankah untuk melihat indahnya pelangi—kita harus menunggu hujan reda—kemudian terjadilah dispersi cahaya. Ya, semuanya akan indah pada waktunya.

Menelisik tentang takdir, kita tidak akan lepas bicara tentang proses. Mengutip kekata dari orang bijak, “Day to day is a process.” Tepat sekali, hehari yang kita jalani kemarin, hari ini, atau bahkan esok, semuanya adalah proses. Dan proses itulah yang pada akhirnya akan menghantarkan kita pada apa yang kita inginkan.

Syaikh Hasan Al-Bana pernah memberikan nasehat dalam ceramahnya, “Kenyataan hari ini adalah impian hari kemarin. Dan kenyataan hari esok adalah mimpi hari ini.” Maka, jika kita ingin menjadi pribadi terbaik di masa esok, maka mulailah dengan melakukannya saat ini juga.

Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ada seorang Arab badui menghampiri nabi Muhammad saw. Arab badui itu bertanya pada Rasulullah, “Ya Rasulullah kapan kiamat akan datang?”, Rasul menjawab apa yang sudah kau siapkan untuk kedatangan kiamat?”, dan dijawab, “Tidak ada apa pun yang aku persiapkan kecuali cintaku pada Allah dan Rasulullah.” Rasul menjawab, “Engkau akan bersama dengan apa yang kau cintai.” (Anas Bin Malik)

Secara sederhana, dapat kita pahami—bahwa kita—adalah apa yang kita pikirkan. Kita adalah apa yang kita mau. Dan kita, akan berkumpul dengan orang-orang yang kita cintai. Logikanya seperti ini, jika kita ingin menjadi penghuni syurga, tentu kita akan mengerahkan diri kita untuk bisa memenuhi standar sebagai penghuni syurga.

Menyoal topik ini, kita juga akan diseret untuk memahami tentang konsep refleksi diri.

Sahabat budiman, tentunya kita semua pernah bercermin, bukan? Biasanya orang-orang bercermin di pagi hari sebelum mereka beraktifitas dan meninggalkan rumah. Bercermin bukan lagi sebatas kebutuhan. Bahkan bisa jadi sebagai kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus tanpa disadari. Bagi kaum hawa, mereka bercermin bisa lebih dari 15 kali dalam sehari. Itu asumsi saya. Untuk apa? Ya, untuk melihat kondisi fisik mereka, terutama wajah—yang menjadi pusat perhatiaan—ketika bertemu dengan orang-orang dalam berbagai kesempatan. Jika ada debu yang menempel di jidatnya, sang pemilik wajah akan mengusapnya dengan tisu. Ia ingin wajahnya enak dipandang, dan hal itu cukup melegakan hati.

Nah, analogi cermin tadi sama halnya dengan hari esok manusia. Jika ingin hari esok bahagia, maka upayakanlah kebahagiaan itu saat ini juga. Seorang penulis hebat, Ronda Byrne dalam bukunya “The Secret” mengajukan teori tentang Law of Attraction, atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hukum tarik menarik. Inti gagasan buku itu sangatlah sederhana. Kita hanya diminta untuk berpikiran positif dan melakukan kebaikan. Mudah bukan? Namun pada praktiknya susah-susah-gampang. Susah, karena kita berpikir itu sulit. Gampang, karena kita berpikir ini mudah.

Baiklah, kita kembali pada pembahasan takdir. Tahukah pembaca budiman bahwa takdir tidak berjalan sendirian di semesta ini. Ia beriringan dan bergandeng tangan erat dengan doa dan ikhtiar. Dan takdirmu, ditentukan dengan bagaimana doa yang kau panjatkan pada Tuhan serta upaya keras untuk menggapai apa yang kau cita-citakan.

Melalui kalam-Nya, Allah menenangkan hati hamba-Nya dalam surat Ar-Ra’d ayat 11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.” Dalam bahasa yang berpendar, Allah hanya ingin melihat siapa di antara hamba-Nya yang benar sungguh hati untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Subhanallah, indahnya hidup ini jika logika keimanan menjadi tombol power yang berfungsi untuk menyalakan cahaya terang benderang di relung jiwa manusia.

Dan inilah hikmahnya bahwa ketiga sekawan tadi “Rejeki, Jodoh, dan Kematian” ditutup rapat oleh Tuhan dalam kitab Lauhul Mahfudz. Di sini, kita belajar tentang keikhlasan untuk menikmati proses hidup, kesabaran menjalankan skenario Tuhan yang diperankan oleh manusia, dan kesungguhan untuk menjadi aktor terbaik untuk mengakhiri cerita dengan ending kebahagiaan.

Biarkanlah, “Rejeki, Jodoh, dan Kematian” akan terus menjadi misteri. Karena itu bukanlah sesuatu yang harus didesak keberadaannya. Tugas kita hanya berupaya mengundang mereka dengan rahmat dan barokah Tuhan. Insya Allah, jika kita yakin akan kebesaran-Nya, semuanya akan indah pada waktunya.

Rejeki akan datang dari langit dan dari tempat yang tidak diduga-duga, jodoh akan dikirim Tuhan dari langit, dan tentang kematian, insya Allah kita akan menutup skenario cerita kehidupan dengan menyunggingkan senyuman terindah, seraya berkata, “Sesungguhnya aku kembali pada Rabb-ku dengan penuh ridha dan berkumpul dengan orang-orang terkasih di telaga Al-kautsar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar