Selama perbedaan di dalam fakultas perseptif para pengamat ini masih
ada, perdebatan memang mesti perlu berlanjut. Bagaikan beberapa orang
buta yang mendengar bahwa seekor gajah telah datang ke kotanya, lantas
pergi menyelidikinya.
Pengetahuan yang bisa mereka peroleh
hanyalah lewat indera perasaan, sehingga ketika seorang memegang kaki
sang binatang, yang satu lagi memegang gadingnya dan yang lain
telinganya, dan, sesuai dengan persepsi mereka masing-masing, mereka
menyatakannya sebagai suatu batangan, suatu tabung yang tebal dan suatu
lapisan kapas, masing-masing mengambil sebagian untuk menyatakan
keseluruhannya.
Jadi, sang ahli fisika dan astronomi mengacaukan
hukum-hukum yang mereka tangkap dengan Sang Penetap hukum-hukum.
Kesalahan yang sama dilemparkan kepada Ibrahim di dalam Alquran yang
meriwayatkan bahwa ia berturut-turut berpaling kepada bintang-bintahg,
bulan dan matahari sebagai obyek-obyek penyembahan, sampai kemudian
menjadi sadar tentang Dia yang membuat segala sesuatu, Ibrahim pun
berseru, "Saya tidak menyukai segala sesuatu yang terbenam." (QS Al-An'aam: 76).
Kita
memiliki sebuah contoh yang sudah umum tentang pengacuan kepada
sebab-sebab kedua apa-apa yang seharusnya diacu kepada Sebab Pertama,
yaitu dalam persoalan apa yang disebut sebagai penyakit. Misalnya, jika
seseorang kehilangan rasa tertariknya apda urusan duniawi, memiliki rasa
benci terhadap kesenangan-kesenangan umum, dan tampak tenggelam dalam
depresi, dokter akan berkata, "Ini adalah kasus melankoli yang
membutuhkan resep ini dan itu."
Seorang ahli fisika akan
berkata, "Ini adalah persoalan kekeringan otak yang disebabkan oleh
cuaca panas dan tidak bisa disembuhkan sampai udara menjadi lembab
kembali."
Sang ahli astrologi akan mengaitkan hal ini dengan konjungsi atau oposisi tertentu planet-planet. "Sejauh jangkauan kebijakan mereka,"
kata Alquran. Tidak terbayangkan oleh mereka bahwa yang sesungguhnya
terjadi adalah seperti demikian: bahwa Yang Maha Kuasa berkehendak
mengurus kesejahteraan orang itu, dan oleh karenanya telah memerintahkan
hamba-hamba-Nya, yakni planet-planet atau unsur-unsur, agar menciptakan
keadaan seperti itu di dalam diri orang tersebut, sehingga ia bisa
berpaling dari dunia ke arah Penciptanya.
Pengetahuan tentang
kenyataan ini merupakan suatu mutiara yang berkilauan dari lautan
pengetahuan keilhaman, yang dibandingkan dengannya, semua bentuk
pengetahuan lain menjadi bagaikan pulau-pulau di tengah laut.
Dokter,
ahli fisika dan ahli astrologi tersebut, tak syak lagi memang benar
dalam cabang pengetahuan-khususnya masing-masing, tetapi mereka tidak
bisa melihat bahwa penyakit itu adalah, katakanlah, suatu tali cinta
yang digunakan oleh Allah untuk menarik para wali mendekat kepada
diri-Nya. Tentang para wali ini Allah berfirman, "Aku sakit dan kamu tidak menjenguk-Ku."
Penyakit
itu sendiri adalah salah satu di antara bentuk-bentuk pengalaman yang
menjadi sarana bagi manusia untuk sampai pada pengetahuan tentang Allah,
sebagaimana Ia, lewat mulut Nabi-Nya, "Penyakit-penyakit itu sendiri adalah hamba-hamba-Ku, dan dikenakan atas pilihan-Ku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar