Di antara sisi yang mengasyikkan itu adalah kajian spiritual atau
tasawuf. Kajian tasawuf menjadi sesuatu yang dibutuhkan mereka yang
setiap hari bergelimang dunia materi yang lebih dari cukup. Mereka
sangat percaya dunia eskatologis, kehidupan setelah mati.
Namun,
mereka tidak lagi cukup memahami agama dari sudut fikih yang dinilainya
terlalu dogmatis, normatif, rutin, deduktif, dan terkesan kering. Mereka
menginginkan sesuatu yang bersifat mencerahkan, menyejukkan, dan
menyentuh aspek paling dalam di dalam batin mereka.
Ternyata,
kajian yang seperti ini mereka temukan dalam kajian tasawuf. Maka itu,
wajar kalau kajian-kajian spiritual-tasawuf semakin ramai dikunjungi
orang. Lihatlah, misalnya, lembaga ESQ yang mempunyai members jutaan
orang dari kelas menengah. Lihat pula pengajian rutin tasawuf setiap
Senin dan Rabu di Masjid Agung Sunda Kelapa yang menyedot jamaah kelas
menengah.
Fenomena yang sama juga terjadi di sejumlah kota besar
di Indonesia seperti di Surabaya, Bandung, Makassar, dan Medan. Kajian
tasawuf menarik karena dalam substansi dan ajaran tasawuf mereka
menemukan sesuatu yang klop dengan kegelisahan dan kegersangan hati
mereka.
Mereka juga merasakan rasionalitas dunia tasawuf, yang menekankan aspek humanity
seperti mengedepankan persamaan, bukannya perbedaan. Selain itu,
tasawuf mengedepankan kesatuan bukannya perpecahan, serta mengedepankan
kelembutan dan femininity bukannya kekerasan dan masculinity.
Melalui tasawuf, mereka mendapatkan penjelasan bahwa Tuhan itu imanen bukannya transenden seperti banyak dikesankan dunia fikih.
Haruskan bertasawuf?
Tasawuf
dalam arti jalan hidup spiritual secara perorangan, tidak mesti. Namun,
tasawuf sebagai ajaran yang mengajarkan kesalehan individual dan
sosial, itu mesti karena hal itu merupakan substansi ajaran Islam. Dunia
fikih dan tasawuf tidak mesti dipetentangkan.
Kedua hal tersebut
ibarat dua sisi dari satu mata uang, sebagaimana disebutkan Imam Malik
dalam pernyataan di atas. Tidaklah substansial jika seseorang
menjelek-jelekkan tasawuf apalagi menganggap tasawuf itu bid'ah.
Sebaliknya, tidak tepat mengatakan tasawuf itu wajib.
Seolah-olah
mereka yang tidak menjalani praktik tasawuf , kelasnya masih awam atau
di bawah. Yang ideal, pengamalan syariat sebaiknya dikukuhkan dengan
nilai spiritual yang menukik ke dalam perasaan. Mungkin yang perlu
dicermati adalah tasawuf yang menafikan kehidupan duniawi, rasionalitas
intelektual, dan menghindari dunia peradaban modern.
Hal yang tak
kalah penting, jangan sampai jatuh di dalam praktik tasawuf yang
menyimpang dari pokok ajaran Islam, sebagaimana tertera di dalam Alquran
dan hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar