Seekor semut yang pikirannya tersusun dalam rencana teratur, sedang
mencari-cari madu ketika seekor capung hinggap menghisap madu dari bunga
itu. Capung itu melesat pergi untuk kemudian datang kembali.
Kali
ini Si Semut berkata, "Kau ini hidup tanpa usaha, dan kau tak punya
rencana. Karena kau tak punya tujuan nyata ataupun perkiraan. Apa pula
ciri utama hidupmu dan kapan pula berakhir?"
Kata Si Capung,
"Aku bahagia, dan aku mencari kesenangan, ini jelas ada dan nyata.
Tujuanku adalah tanpa tujuan. Kau boleh merencanakan sekehendakmu; kau
tak bisa meyakinkanku bahwa ada yang lebih berharga daripada yang
kulakukan ini. Kau laksanakan saja rencanamu, dan aku rencanaku."
Semut
berpikir, "Yang tampak padaku ternyata tak tampak olehnya. Ia tahu apa
yang terjadi pada semut. Aku tahu apa yang terjadi pada capung. Ia
laksanakan rencananya, aku laksanakan rencanaku."
Dan semut pun berlalu, sebab ia telah memberikan teguran sebaik-baiknya dalam masalah itu.
Beberapa
waktu sesudah itu, mereka pun bertemu lagi. Si Semut menemukan kedai
tukang daging, dan ia berdiri di bawah meja tumpuan daging dengan
bijaksana, menunggu saja apa yang mungkin datang padanya.
Si
Capung, yang melihat daging merah dari atas, menukik dan hinggap di
atasnya. Pada saat itu pula, parang tukang daging berayun dan membelah
capung itu menjadi dua.
Separuh tubuhnya jatuh di lantai dekat
kaki semut itu. Sambil menangkap bangkai itu dan mulai menyeretnya ke
sarang, semut itu berkata kepada dirinya sendiri. "Rencananya tamat
sudah, dan rencanaku terus berjalan. Ia laksanakan rencananya—sudah
berakhir, aku laksanakan rencanaku—mulai berputar. Kebanggaan tampaknya
penting, nyatanya hanya sementara. Hidup memakan, berakhir dengan
dimakan. Ketika aku katakan hal ini, yang mungkin dipikirkannya adalah
bahwa aku suka merusak kesenangan orang lain."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar