Bahkan di negara-negara maju sekarang sudah mulai demam kajian
spiritual. Kabbalah (mistisisme Yahudi) yang dulu diharamkan oleh para
Rabbi karena dianggap bid’ah kini laksana cendawan tumbuh di mana-mana.
Di
New York, tepatnya The Manhattan Center yang terletak di 155 E/84 St,
di jantung kota NY berdiri tegak Kabbalah Center. Jauh sebelumnya, Karen
Berg pernah mendirikan The National Research Institute of Kabbalah di
Los Angeles, yang sampai sekarang ramai dikujungi artis Hollywood dan
ilmuwan Yahudi di sana.
Di Eropa dan Amerika Latin juga demikian
halnya. Lembaga-lembaga meditasi bahkan sudah dibuka di sejumlah
universitas terkemuka. Buku-buku New Age pernah mendominasi sejumlah
toko buku di Amerika dan Eropa.
Pusat-pusat sufi akhir-akhir ini
mungkin lebih ramai di Barat daripada di Timur. The Beshara School,
sebuah lembaga spiritual yang bertaraf internasional sudah mulai
go-public merambah hampir di seluruh negara. Ibn ‘Arabi Society yang
anggotanya semakin besar sebagaimana dapat dilihat di situsnya. Pengikut
Kabbani dan Bawa Muhaiyaddeen di AS juga semakin ramai dikunjungi
pengikut. Di antara mereka bukan orang awam tetapi sangat terdidik dan
pejabat.
Meningkatnya gerakan sufisme di berbagai tempat
menandakan adanya ketidakpuasan manusia terhadap capaian ilmu
pengetahuan selama ini. Paling tidak kehausan intelektualitas manusia
ternyata tidak mampu dipuaskan oleh ilmu pengetahuan (‘ilm). Manusia
menginginkan lebih dari sekedar ilmu yang hanya mampu memberikan
kepuasan logika. Kepuasan sejati hanya dapat dirasakan manakala
menyentuh aspek hakiki dari manusia yang namanya kepuasan batin. Justru
kepuasan batin inilah yang kemudian mendatangkan kesadaran kemanusiaan
yang lebih tinggi.
Untuk bisa sampai pada tingkat kepuasan batin
ini, dibutuhkan pengetahuan tingkat tinggi yang biasa disebut dengan
makrifat yang sesekali disebut irfan atau dalam istilah tasawuf biasa disebut dengan mukasyafah.
Mukasyafah berarti penyingkapan tabir-tabir (hijab) yang selama ini
menghijab manusia untuk mengakses sebuah dunia yang agung, di mana
manusia bisa meraih kepuasan yang luar biasa.
Epistimologi
makrifat lebih dari sekedar menempuh epistimologi keilmuan biasa.
Persyaratan yang harus ada di dalam menggapai tingkat makrifat
Al-Qusyairi ialah penyucian dari dari berbagai dosa dan maksiat, bersih
dari urusan dan ketergantungan dunia, terus menerus bermunajat di
hadapan Allah dengan cara sirri, selalu memelihara kelembutan jiwa dan budi pekerti, dan penuh pengendalian dan mawas diri.
Bagi orang yang mencapai tingkat mukasyafah (penyingkapan) maka ia akan berada pada tingkat musyahadah
(penyaksian kepada zat Yang Maha Mulia). Dalam keadaan seperti ini
manusia bisa memperoleh kepuasan intelektual hakiki yang tak
terlukiskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar