Kejahilan ini bisa disebabkan karena berbagai sebab. Pertama, ada orang
yang gagal menemukan Allah lewat pengamatan, lantas menyimpulkan bahwa
Allah itu tidak ada dan bahwa dunia yang penuh keajaiban-keajaiban ini
menciptakan dirinya sendiri atau ada dari keabadian.
Mereka
bagaikan seseorang yang melihat suatu huruf yang tertulis dengan indah
kemudian menduga bahwa tulisan itu tertulis dengan sendirinya tanpa ada
penulisnya, atau memang sudah selalu ada.
Orang-orang dengan
cara berpikir semacam ini sudah terlalu jauh tersesat sehingga berdebat
dengan mereka akan sedikit sekali manfaatnya. Orang-orang seperti itu
mirip seorang ahli fisika dan astronomi yang kita sebut di atas.
Kedua,
sejumlah orang yang, akibat kejahilan tentang sifat jiwa yang
sebenarnya, menolak doktrin kehidupan akhirat, tempat manusia akan
diminta pertanggungjawabannya dan diberi balasan baik atau dihukum.
Mereka anggap diri mereka sendiri sebagai tidak lebih baik daripada
hewan-hewan atau sayur-sayuran, dan sama-sama bisa musnah.
Ketiga,
di lain pihak, ada orang yang percaya pada Allah dan kehidupan akhirat,
tapi hanya dengan iman yang lemah. Mereka berkata kepada diri mereka
sendiri. "Allah itu Maha Besar dan tidak tergantung pada kita; kita
beribadah atau tidak merupakan masalah yang sama sekali tidak penting
bagi Dia."
Mereka berpikir seperti orang sakit yang ketika oleh
dokter diberi peraturan pengobatan tertentu kemudian berkata, "Yah, saya
ikuti atau tidak, apa urusannya dengan dokter itu."
Tentunya
hal ini tidak berakibat apa-apa terhadap dokter tersebut, tetapi pasien
itu bisa merusak dirinya sendiri akibat ketidaktaatannya. Sebagaimana
pastinya penyakit jasad yang tak terobati berakhir dengan kematian
jasad, begitu pula penyakit jiwa yang tak tersembuhkan akan berakhir
dengan kepedihan di masa datang. Sesuai dengan kata-kata Alqur'an, "Orang-orang yang akan diselamatkan hanyalah yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih."
Keempat,
adalah orang-orang kafir yang berkata, "Syariah mengajarkan kepada kita
untuk menahan amarah, nafsu dan kemunafikan. Hal ini jelas tidak
mungkin dilaksanakan, mengingat manusia diciptakan dengan
kualitas-kualitas bawaan seperti ini di dalam dirinya. Sama saja dengan
kamu meminta agar kami jelmakan yang hitam menjadi putih."
Orang-orang
jahil itu sama sekali buta akan kenyataan bahwa syariah tidak
mengajarkan kita untuk mencerabut nafsu-nafsu ini, melainkan untuk
meletakkan mereka di dalam batas-batasnya. Sehingga, dengan menghindar
dari dosa-dosa besar, kita bisa mendapatkan ampunan atas dosa-dosa kita
yang lebih kecil.
Bahkan, Nabi SAW berkata, "Saya adalah manusia seperti kamu juga, dan marah seperti yang lain-lain." Dan di dalam Alquran tertulis, "Allah mencintai orang-orang yang menahan amarahnya." Bukan orang-orang yang tidak punya marah sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar